Wednesday, June 25, 2014

Pilpres

Hanya dalam hitungan jari, kita akan Pemilu lagi. Kali ini yang dipilih presiden.

Udah beberapa minggu ini di halaman Facebook mulai hadir para 'jurkam-jurkam kagetan' yang dengan semangat mempromosikan capres jagoan masing-masing.
Saya sih awalnya gak keberatan. Tapi lama-lama gatel sendiri. Ini kok yaaaa... jadi ngerasa kayak yang paling tahu dan paling kenal capres tersebut. Pokoknya 'perkenalan' dengan capres ini jadi mengalahkan hubungan keluarga saking 'akrab'nya. Dan tidak malu-malu juga ikutan menjelek-jelekkan capres lawan. Mungkin saking 'kenalnya' dengan capres jagoannya, mereka bisa tahu, tiap pagi si capres kesayangan sarapan apa? Sabun mandinya mereknya apa? Sukanya ngemil cemilan apa?

Si A : paling pintar, paling top, paling kerakyatan, paling sederhana, paling hebat blablabla...blablabla...
Si B : gak bisa apa-apa, orangnya kampungan, penjahat, calon koruptor blablabla... blablabla....

Beberapa waktu lalu, saya mau posting foto keponakan saya saja sampe males jadinya baca komentar-komentar jurkam kagetan ini.

Udah beberapa minggu polanya turun naik. Ada yang musiman aja jadi jurkamnya dan saat ini sudah mengalami masa surut. Tapi ada yang konstan. Pokoknya tiap hari harus posting status atau link yang berhubungan dengan capres andalannya.

Trus saya mikir, kalooooo... nanti capresnya kepilih, kira-kira mereka dapet jabatan apa ya? Manager Social Media? Humas? Saking rajinnya membombardir social media dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan capres kesayangannya.

Saya lebih senang sama orang yang walopun dia memuji seorang capres tapi tidak bikin orang lain sakit kepala dengan postingannya. Kalaupun mau posting, netral aja. Gak usah kayak kebakaran jenggot mati-matian ngebelain. Bagi saya, posting sih wajar-wajar aja. Cuma kalau bisa, postingannya yang bisa bikin orang yang bacanya ikutan mikir, ikutan belajar dan memahami sosok si capres ini.

Lagipula, saat ini kan lagi masa kampanye. Namanya juga masa kampanye, mirip kaya masa pesta diskon. Semua berita baik pasti lagi dijual sama tim sukses capres tertentu. Nah ada juga tim yang mati-matian ngejelek-jelekin capres lawan. Itu mah wajar.
Berita baiknya pun abis-abisan dijual, rumah sakit gratis, sekolah gratis, orang miskin pasti terjamin, wilayah tertinggal akan dikembangkan, utang negara akan dihilangkan. Pokoknya janji-janjinya surga banget. Kayak membalikkan telapak tangan untuk bikin Indonesia jadi semaju Jepang. Entah para capres ini punya tongkat Harry Potter trus langsung bikin semua yang berantakan jadi rapih.

Padahal kita kan tahu semua itu gak mudah. Contoh kayak kampanye gubernur Jakarta yang selalu jualan janji " mengatasi banjir dan macet ". Tapi kenyataanya? Macetnya makin menjadi, banjirnya masih tetap ada. Perubahannya memang ada tapi gak frontal seperti janjinya. " Pilih saya, semuanya jadi rapih! jadi bersih! jadi aman! ". Engga begitu kan? Ada proses yang harus dijalani.

Demikian pula dengan para capres ini. Memilih mereka bukan berarti semuanya langsung jadi berubah dalam seketika. Nah yang paling penting adalah bagaimana mereka merealisasikan janji-janji ini kepada kita rakyatnya. Jangan cuma bisanya janji-janji surga saat masa kampanye dan begitu sudah terpilih langsung amnesia. Yang tadinya pro rakyat langsung berubah hanya pro partai saja. Yang katanya mau memberantas korupsi jadi ikutan terlibat. Ini yang paling penting.

Kadi kalau sekarang saya ditanya, mau pilih yang mana??? Hmmm... kayaknya, saya masih punya waktu untuk mempelajari para capres ini kan?




Tuesday, June 17, 2014

Anak bukan halangan liburan

Entah kenapa saya sebal sama orang-orang yang suka ngebandingan hidup mereka dengan kondisi saya.
Saya belum punya anak, seneng jalan-jalan.
Udah ga bisa dihitung berapakali saya mendengar ocehan " puas-puasin aja jalan-jalan mumpung belum punya anak. nanti kalau udah punya anak, susah kemana-mana ".

Ya ampuuunn... kasian banget anak-anak mereka dijadiin alasan ga bisa jalan-jalan.

Saya lebih appreciate sama orang yang bilang " semenjak punya anak, budget liburannya kudu disiapin bener-bener " dari pada kata-kata diatas itu.
Kenapa sih anak harus jadi alasan ga bisa liburan? gak bisa travelling. Masalahnya di si anak atau di biayanya? Yang jelas dong!

Kalau anak jadi alasan ga bisa liburan, percuma dong majalah-majalah selalu bikin artikel tentang travelling dengan anak, travelling dengan si kecil, bahkan travelling sambil membawa bayi.

Kalau kita liat di google, banyak  banget para backpacker yang keliling dunia sambil bawa anak. Mereka asyik-asyik aja tuh. Anak kayaknya ga jadi halangan buat jalan-jalan.

Kalau saya punya anak, saya akan menyiapkan sedemikian mungkin buat liburan dengan anak saya. Saya akan baca artikel-artikel di majalah, nanya sama orang-orang yang bisa travelling sambil bawa anak atau belajar via google. Gimana caranya menyiapkan acara travelling sama anak. Dan yang paling penting menyiapkan budgetnya dengan sebaik-baiknya.

Dua hari lalu saya baru balik dari Singapura. Dua bulan lalu saya baru balik dari Hongkong. Bulan Oktober besok saya akan travelling ke Solo-Dieng-Jogya dan bulan April 2015 saya lagi nyiapin travelling ke Singapore - Malaysia dan Thailand.

Trus mendadak berhamburan deh kata-kata soal " mumpung belum punya anak ". Haduuuuhh....

Gini yaaaaa.... saya juga baru bisa travelling sekarang ini karena baru sekarang ini saya punya budget buat travelling. Sebelumnya budget saya alokasikan untuk beli rumah dan urusan-urusan lain. Sekarang saya ngerasa, Alhamdulillah Allah kasih saya rejeki lebih, jadinya saya bisa travelling.
Kalau nanti saya punya anak, saya akan atur budget travelling saya supaya saya bisa travelling bareng anak saya.

Jadi bagi saya, anak bukan halangan buat kita bisa travelling. Halangan utamanya adalah UANG.

Kasian dong anak kita dijadiin alasan. Bukannya kita berharap bisa nyenengin anak? Kok malah mereka dijadiin alasan ga bisa seneng-seneng?