Friday, September 30, 2011

Pernikahan kedua

Bulan September ini banyak memberikan saya kesempatan untuk mendengar cerita-cerita yang beragam. Ada yang sedih tapi banyak yang menyenangkan.

Yang paling saya suka adalah sewaktu saya mendapatkan kesempatan mendengarkan cerita dari seorang teman yang sudah lost contact dengan saya hampir 20 tahun. Sejak saya lulus SMA, saya tidak pernah mendengarkan lagi cerita tentang teman saya ini. Hampir 20 tahun kemudian saya bertemu lagi dengan dia dan saya amaze dengan ceritanya.

Sewaktu teman saya lulus SMA, dia menyadari kalau dia sudah hamil. Jadi pada saat teman-temannya sibuk kuliah, dia sibuk mengurus bayinya. Saat kami menikmati masa-masa menyenangkan di kampus, ia mencuci botol susu atau popok bayinya. Yang paling menyedihkan adalah bagaimana ia menukar impiannya menjadi seorang sarjana Strata 1 dengan menjadi lulusan D1 supaya bisa lekas bekerja demi anaknya.
Rumah tangga yang dibangun dengan terpaksa pun mulai hancur. Ia menyadari pernikahannya tidak pernah solid sejak awal. Apalagi ia dan suaminya kala itu belum mencapai usia 20 tahun saat menikah. " Masih muda dan ceroboh " demikian katanya pada saya.

Akhirnya di tahun ke 8 perpisahanpun terjadi. Sebenarnya sejak tahun ke-3 ia sudah berusaha menceraikan suaminya. Tetapi selalu ada kata maaf, ada usaha untuk mempertahankan dan terjadi berulangkali, Teman saya sudah capek melakukan hal yang sama berkali-kali. Terlalu banyak hal berbeda yang membuat mereka tidak bisa bersatu lagi. Sementara menurut teman saya, suaminya tidak ada usaha untuk membuat segalanya menjadi lebih baik. Ujung-ujungnya suaminya malah mengancam akan melakukan hal buruk pada teman saya dan anaknya. Makanya baru pada tahun ke-8 lah palu hakim bisa diketuk setelah melalui jalan panjang yang berliku.

Langkah pertama yang diambilnya setelah ada keputusan dari hakim adalah menyiapkan dirinya untuk kembali ke bangku kuliah. Kuliahpun cepat-cepat diselesaikan karena saat itu ia juga bekerja serabutan. Sebenarnya orang tuanya tidak memintanya bekerja. Mereka memintanya untuk tenang-tenang kuliah dan menikmati masa kuliahnya yang tertunda. Tetapi kata teman saya, ia tidak bisa lagi hidup dari kebaikan orang tuanya. Duluuuu... sewaktu ia hamil saat baru lulus SMA, dengan besar hati orang tuanya malah memberikan rumah kepadanya dan suaminya saat itu supaya ia bisa membina rumah tangganya. Urusan bayinya pun juga ditanggung oleh kedua orang tuanya. Karena itu, saat ia memutuskan kembali ke bangku kuliah, dijalaninya juga kerja serabutan agar tidak memberatkan kedua orang tuanya.

Lima tahun itu dia jalani dengan susah payah dan terpuruk-puruk. Sakit tidak dihiraukannya demi mengejar gelar S1, bekerja serabutan dan mngurus seorang anak yang sedang tumbuh. Setelah gelar sarjana dipegangnya. Hidupnya lebih tenang, dibantu oleh seorang kerabatnya, ia bisa masuk dan bekerja disebuah bank asing. " Gue berusaha mengejar semua ketinggalan gue ".

Hampir dua puluh tahun kemudian, saya kembali bertemu dia. Ceritanya sudah berbeda sekarang. Kini ia menjalani hidup dengan suami keduanya dengan bahagia. Anak sulungnya akan masuk ke jenjang universitas. Dari suami keduanya, ia pun sudah dikaruniai seorang bayi laku-laki yang tampan. Pekerjaan bagus sudah dipegangnya. Suami yang baik ada dipelukannya. Jadi apa lagi yang kurang? Tidak ada katanya.

Saya terkesan dengan ceritanya. Tidak ada air mata lagi sekarang. Yang ada hanya bahagia :)

Wednesday, September 21, 2011

Tawuran Pelajar 3

Waktu SMA dulu saya memilih jurusan A3. Seperti udah digariskan, bahwa jurusan A3 ini bukan cuma dipenuhi oleh orang-orang yang dianggap tidak sepintar teman-teman yang duduk di jurusan A1 atau A2. Tapi juga dipenuhi oleh para anak-anak bandel sekolah. Saya pun cukup dekat dengan anak-anak bandel ini. Lucunya dulu semasa SMA, rumah saya sering dijadikan pusat penitipan tas kalau teman-teman cowo akan melakukan penyerangan selain juga rumah beberapa teman wanita yang lain. Saya juga sadar kalau saya suka dipergunakan oleh teman-teman yang bandel untuk membantu mereka belajar. Bukan membantu, tapi menyalin catatan atau PR saya. Tapi sebagai imbalan, saya akan dijaga oleh mereka. Jadi saya akan terbebas dari gangguan-gangguan teman-teman cowo lain yang mengganggu saya.

Beberapa belas tahun kemudian saya ngumpul dengan teman SMA saya, pulangnya saya diboncengi motor oleh salah satu teman saya. Kebetulan yang memboncengi saya, pada masa SMA dulu termasuk anak yang cukup bandel.

Diperjalanan kita ngobrol banyak banget. Tiba-tiba salah satu kata-katanya adalah " coba dulu gue lebih rajin belajar ya, sekarang baru ngerasa susahnya nyari duit buat beli susu anak. Sia-sia deh tawuran itu. Baru berasanya sekarang ".

Beberapa hari yang lalu, saya sempat BBM-an dengan seseorang yang juga terkenal sebagai jagoan di SMAnya dulu soal tawuran. Ditakuti teman dan lawan. Membuatnya bisa petantang-petenteng kesana-kemari dan dihormati. Tapi itu hanya terjadi semasa SMA. Semasa kuliah dia tidak bisa melakukan hal tersebut. Sifat jawaranya semakin menghilang seiring pertambahan usia. " Yang gue pikirin adalah cepat dapat kerja ". Saya sampe meledeknya " kan dulu jagoan, masa susah dapat kerja ". Hehehehe... Tapi yang inginkan adalah pekerjaan yang serius. Sekarang dia sudah asik bekerja sebagai seorang konsultan pajak. Jadi titel jagoan semasa SMA bukan hal yang bisa dengan bangga kita tulis di curriculum vitae kita.

Pembicaraan kami berlanjut. Dia bercerita soal teman-temannya yang dulu sesama jagoan SMA. " Gue beruntung cuma sampe berantem doang, ga ke narkotik ". Ada bekas temannya yang ditemui saat kuliah dulu menjadi pak ogah disebuah perempatan, mengais rejeki. Alhamdulillah hidupnya tidak berlanjut seperti itu.

Orang-orang macam teman SMA saya, teman BM saya atau bahkan hubby saya adalah para pelaku tawuran yang sadar bahwa apa yang mereka lakukan dulu adalah hal yang sia-sia. Satu hal yang mereka syukuri adalah mereka tidak kehilangan nyawa sia-sia karena tawuran.

Jadi lagi-lagi saya bilang, sebelum menyesal dikemudian hari. Tawuran itu tidak ada gunanya!!!!

Tawuran pelajar 2

Ternyata hubby saya adalah orang yang punya kisah dibalik tawuran pelajar semasa dia SMA dulu. Hubby saya sekolah di SMA 70 angkatan 91. Sesuai tradisi, tiap angkatan memiliki nama angkatan. Dan angkatan 91 dikenal dengan nama : Sparatis.

Sekolah hubby ini cukup terkenal didunia tawuran pelajar SMA. Musuhnya bukan cuma sesama pelajar SMA tapi juga para pelajar STM. Tawuran antara SMA 70 dan STM Penerbangan sering jadi legenda di dunia tawuran masa itu. Ada semacam dendam lama anrae 2 sekolah tersebut.

Kata hubby sejak pertamakalinya melangkah masuk ke lingkungan sekolah itu, para lulusan SMP ini sudah di 'tanamkan' soal dendam lama yang sudah berlangsung turun-temurun ini oleh kakak-kakak kelasnya. " Musuh kalian itu STM ini, SMA itu... ". Seringkali para adik kelas yang masih lugu-lugu ini sudah diajak razia anak STM atau anak SMA musuh. Mereka dilepas di terminal blok M atau tempat-tempat yang menjadi pusat tongkrongan favorit anak SMA untuk mencari anak SMA musuh. Pokoknya asal menemukan ada anak SMA musuh langsung dihantam. Tidak peduli apakah orang yang mereka pukuli terlibat perkelahian dengan mereka, atau cuma anak kutubuku disekolahnya. Pokoknya asal pake tanda lokasi SMA musuh langsung digebuki.

Saat hubby naik kelas, tradisi menanamkan dendam ia turunkan ke adik kelasnya. Termasuk mengajak adik kelasnya untuk ikut tawuran.

Waktu saya menikah dengan hubby, ada salah satu yang hubby tunjukkan kepada saya, yaitu : koleksi surat skorsingnya. Yup.... hubby saya cukup nakal dimasalalu. Surat skorsing tersebut ada yang 1 hari, 3 hari, 7 hari bahkan 30 hari. Terakhir hubby menunjukkan surat 'wasiat' yang menyebabkannya dikeluarkan dari SMA 70 saat ia duduk dikelas 3. Surat perjanjian bahwa ia menerima sangsi untuk tidak melanjutkan lagi pendidikannya di SMA 70.

Surat wasiat ini keluar sewaktu hubby dan beberapa temannya selesai menyerang sebuah SMA, ternyata mereka sudah dikuntit polisi. Begitu keciduk, mereka langsung dijebloskan kedalam ruang tahanan di Seksi-8 Kebayoran.

Saat dikeluarkan dari SMA barulah hubby saya sadar, saat ia melihat susahnya kedua orang tuanya mencari sekolah baru, apalagi nama hubby saya sempat diblacklist di seluruh SMA se Jakarta saat itu. Akhirnya hubby masuk SMA 1 Bogor. Kehidupan di Bogor jelas-jelas berbeda dengan Jakarta. Tapi dengan berat hubby menerima konsekwensi tersebut. Bersekolah jauh di Bogor, jauh dari orang tua, keluarga dan teman-temannya dulu.

Waktu kemarin saya dengar hubby diwawancara oleh sebuah radio di Jakarta, saya sempat ga nyangka bahwa hubby saya yang sekarang rajin shalat, dan baiiiiiiiikkkk banget. Ternyata termasuk anak bengal semasa SMA dulu. Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah tawuran atas nama solider dengan teman, tetapi saat kita kena masalah belum temtu ada teman yang mau membantu kita. Semua akan cari selamat sendiri-sendiri.

Kalau ada diantara kita yang kena tusuk atau kena sabet senjata tajam. Cuma kita dan keluarga kita yang akan menerima nasibnya. Teman-teman lain pasti akan cari selamat. Kalau kita harus dikeluarkan dari sekolah dan susah payah cari sekolah baru, cuma kita dan keluarga kita yang susah. Teman-teman yang lagi, lagi-lagi cuma cari selamat.

Tradisi dendam turun temurun ini memang penyakit lama yang susah disembuhkan. Saya sendiri juga ga bisa memberikan pendapat karena saya juga ga tau apa sih yang bikin dendam turun temurun gitu. Ada yang bilang awalnya dari soal-soal sepele, seperti kalah pertandingan basket, soal cewek. Tapi kenapa bisa jadi panjang dan menahun seperti itu. Walahualam.

Yang penting adalah tawuran itu ga ada gunanya. Hentikan sebelum menyesal kemudian :)

Tawuran pelajar

Lagi-lagi tawuran.....

Udah berapa kali sejak SMA kita ngerasain tawuran?? Saya?? walopun bukan peserta tawuran tapi udah beberapa kali ngerasain tawuran tersebut.

Sebut, jaman saya SMP dan sedang asik-asik nunggu bis di Blok M. Tiba-tiba ada sebotol kosong minuman yang melayang melewati atas kepala saya. Setelah itu, terdengar jeritan ibu-ibu pemilik warung yang berteriak kepada para pelajar agar tidak merusak dagangannya.

Waktu saya masih SMA, selesai upacara penurunan bendera Sabtu sore. Tiba-tiba ada hujan batu dari tembok belakang sekolah kami. Yup, saat itu sekolah kami diserang oleh sekolah lain. Saya pun tertahan di sekolah dan baru diperbolehkan pulang 2 jam kemudian.

Waktu saya kuliah di UI. Ketika saya sedang asyik-asyik naik mobil bersama pacar saya dulu menuju kampus. Tiba-tiba datanglah segerombolan anak sekolah yang nampaknya akan menyerang/ Mereka butuh tumpangan untuk membawa temannya yang terluka dan memaksa menghentikan mobil pacar saya (waktu itu mobilnya Toyota Kijang). Bukannya berhenti, pacar saya malah makin memacu kencang mobilnya. " Males aja, ntar kena urusan panjang " katanya saat itu.

Semasa kuliah pernah juga saya ada didalam tawuran. Waktu itu saya sedang melanjutkan kuliah di Universitas Dharma Persada. Tiba-tiba kelas kamu dihentikan oleh mahasiswa jurusan lain karena katanya " kampus mau diserang ". Berbondong-bondong kami para dosen dan mahasiswa wanita 'disembunyikan' di sebuah ruang kelas yang aman. Sementara para mahasiswa prianya, bersiap-siap menahan serangan. Sebelum terjadi serangan, saya dan beberapa murid lainnya sempat menyelundup keluar dan pulang. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa.

Tiap tahun pasti ada aja kejadian tawuran ini. Tapi sekarang ada kejadian tawuran yang begitu hebatnya sehingga menghiasi deadline berita beberapa hari terakhir ini dan juga menghiasi timeline di twitter. Maunya apa sih? Pantas aja bangsa kita ga maju-maju kalau sejak muda udah belajar kekerasan seperti ini. Apalagi kalau sudah besar nanti? Kemana sih istilah Pancasila? Bhineka Tunggal Ika? atau pelajaran Agama Islam atau PMP yang kita pelajari dulu?

Monday, September 19, 2011

Menghargai milik orang lain

Waktu kecil dulu, saya pernah diajari atau lebih tepatnya 'dinasehati' oleh orang tua saya untuk TIDAK jadi anak yang tangannya GATEL. Gatel dalam artian bawaannya pengen megang barang / sesuatu yang bukan miliknya. Punya rasa ingin tahu boleh, tapi orang tua saya 'meredam' rasa ingin tahu ini dengan cara :

Daripada langsung megang dan membuat pemilik barang marah, kan lebih baik nanya atau permisi dulu. Boleh atau tidak kita memegang sesuatu yang merupakan miliknya. Kalau misalnya tidak boleh, ya kita harus cukup puas memandang dari jauh. Kalau dibolehkan memegang, kita harus hati-hati memegangnya. Intinya, permisi dahulu itu lebih sopan daripada langsung ngambil/memegang.

Sampai sekarang nasehat orang tua saya masih nempel sama saya. Alhamdulillah saya ga pernah punya masalah dengan orang lain karena mereka merasa terganggu dengan kegatelan tangan saya :)).

Suatu ketika beberapa teman saya main ke rumah. Salah satu diantaranya membawa seorang anak kecil (mungkin berusia 5-6 tahun). Dirumah saya, tangannya gatel hendak membuka lemari kaca tempat suami saya menyimpan koleksi action figure Supermannya. Yup, suami saya adalah seorang kolektor action figure superman. Sebagian koleksinya disimpan disebuah lemari kaca dirumah kami, sisanya disimpan dikamar tidur tamu.

Nah anaknya teman saya ini gateeeelll banget pengen memainkan salah satu Superman yang terpajang di dalam lemari kaca. Memang sebagian besar koleksi Superman milik suami saya adalah collector items yang tidak dijual di toko-toko mainan biasa. Jadi si anak pengen tahu banget kenapa banyak superman yang aneh-aneh di lemari kaca tersebut. Tangannya sudah mulai mencoba membuka lemari kaca tersebut. Begitu saya melihat, langsung saya larang. Pelan-pelan saya melarangnya, saya bilang ini bukan mainan. Lalu si anak merajuk, dia berlari ke ibunya (teman saya) dan meminta agar dibolehkan memainkan superman koleksi tersebut.

Tanpa ba-bi-bu lagi, tiba-tiba teman saya mendatangi lemari kaca tersebut, membukanya dan berusaha meraih salah satu Superman koleksi suami saya. Saya baru sadar waktu diberitahu teman yang lain, dan mendengar suara " yang itu mah.. yang itu... ". Waktu saya mendatangi lemari kaca tersebut. Saya sangat terkejut, bahwa lemari sudah terbuka, tangan teman saya sudah masuk kedalam dan berusaha meraih Superman yang diinginkan anaknya. Saya langsung menjerit seketika. Teman saya kaget, anaknya lebih kaget lagi. Saat itu saya terlibat pertengkaran dengan teman saya.

Dengan alasan " pinjam sebentar aja " dia memaksa untuk mengambil Superman dari lemari kaca. Tapi saya tetap tidak mau kasih satupun ke anaknya. Awalnya saya masih berusaha memberitahunya pelan-pelan. Kenapa ini bukan mainan tetapi berupa barang koleksi. Tetapi teman saya makin marah, dengan ketus dia bilang " Cuma mainan begini aja, nanti kalo rusak gue ganti 10 biji di toko mainan. Pelit amat sih!!!! ". Saya bilang ke dia, kalau dia bisa menemukan Superman tersebut di toko mainan silahkan dibeli buat anaknya sendiri daripada mengganggu koleksi saya. Kalau dia ga bisa menemukannya di toko mainan, saya harap dia sadar kenapa saya pelit.

Siapa yang tahu pada saat anaknya sedang memainkan Superman tersebut, tanpa dia sadari anaknya bisa merusak koleksi saya. Mungkin bukan patah, tapi kalau tergores? Bukannya nuduh, tapi siapa yang tahu kan? Kalau sudah begitu paling-paling saya cuma mendapat kata " maaf ya, ga sengaja nih rusak. Nanti, gue larang deh anak gue mainin lagi ". Saya pasti ga akan meminta uang pengganti ke dia. Tapi kenapa ga sejak awal dia melarang anaknya?

Banyak yang bilang, saya belum punya anak aja jadinya saya ga pernah ngerasain nakalnya anak-anak. Tapi disini sekali lagi, justru karena nasehat orang tua saya yang masih nempel pada saya hingga saat ini. Kelak saya akan berusaha mengajarkan anak saya seperti orang tua saya mengajarkan saya dulu.

Sejak saat itu hubungan saya dengan teman saya emang rada renggang. Tapi saya sih ga peduli. Toh, kalo kebetulan saya sedang bertandang kerumahnya, saya ga seenaknya tuh 'menggeledah' rumahnya, walaupun kami sudah berteman tahunan.

Yuk kita sama-sama menghargai barang/sesuatu milik orang lain. Biar sama-sama enak. Dan kelak ga ada masalah antara satu dengan yang lain.

Saturday, September 10, 2011

Kenapa selalu beda???

Waktu saya kecil dulu kayaknya ga pernah ada masalah dengan lebaran. Pokoknya kalo kalender bilang lebaran sekian, lebaran pasti sama seperti tanggal merah di kalender. Beberapa tahun terakhir nampaknya lebaran lebih sering berbedanya daripada kalender. Biasanya sih duluan, entah kenapa tahun ini lebaran baru belakangan jatuhnya dari tanggal merah di kalender.

Saya ingat beberapa tahun lalu, H-1 Lebaran saya malah menemani mama beli kulkas baru. Saat itu ada yang udah lebaran duluan. Diperjalanan saya ngeliatin ada yang udah minum teh botol dingin. Padahal saat itu saya masih nahan haus karena puasa.

Pernah lagi entah tahun kapan. Seperti biasa H-1 lebaran saya cuci dan vacuum mobil di salon mobil. Saat itu juga ada yang udah lebaran. Saya ingat banget salah satu pelanggan salon mobil tersebut datang setelah selesai shalat Ied dan asyik memesan secangkir kopi. Sementara saya dan hubby, tetap ikut pemerintah.

Kalau lebaran udah beda begini biasanya mama atau saya saling menelpon dan bertanya " ikut lebatan yang mana?? " Ga asyik banget. Kenapa sih ga lebaran barengan?? Tapi saya dan ortu juga keluarga mertua tetap ikut pemerintah. Tapi tetap aja ga asyik menurut saya. Soalnya kalau silaturahmi, suka ada pertanyaan " ikut lebaran yang mana? kemarin atau hari ini?? ". Lucu kan??

Tahun ini hari terakhir puasa, saya janjian sama para ipar ketemuan di PIM. Sebelum pulang kita mampir di Spinelli Cafe dulu. Awalnya jam 19.30 para karyawan Spinelli bilang " maaf ya pak, bu kita udah last order. Ada yang mau dipesan lagi? ". Ga nyalahin mereka juga sih, waktu itu kita kan menyangka udah malam takbiran. Wajar kalau mereka mau cepat pulang.
Selama di Spinelli, saya dan ipar-ipar was-was nunggu hasil sidang isbat soal penetapan lebaran. Akhirnya pemerintah menetapkan, bahwa lebaran mundur 1 hari lagi. Dan besok hari yang semestinya lebaran, kita masih puasa lagi. Langsung kita pada ribet beli lauk buat sahur lagi. Twitter dan BBM langsung rame sahut-sahutan soal lebaran yang di delay. Para karyawan Spinelli Cafe yang tadinya udah beres-beres dan nutup kasir, langsung menyambut tamu lagi begitu keluar keputusan pemerintah.

Makanya waktu itu sempat ada pribahasa yang populer " karena hilal setitik, rusak opor sepanci "

Lebaran 2011

Lebaran saya standar seperti tahun-tahun sebelumnya. Shalat Ied, numpang makan ketupat dirumah ortu saya trus puter-puter silaturahmi kesana-kesini.

Hari pertama Lebaran (saya ikut pemerintah ya alias mundur 1 hari dari tanggal merah versi kalender), udah siap-siap dari jam 6 pagi mau kerumah ortu saya. Udah terbirit-birit berangkat pagi-pagi karena papa saya selalu pengen dapat posisi shalat Ied yang enak baru sadar : OMG... tas mukena saya ketinggalan!!! Dan baru nyadarnya pas mobil udah parkir didepan rumah mereka. Trus saya bilang " ya ampuuuunn... tas mukenaku ketinggalan ed dikamar ". Tau dong mendadak si hubby sayang berubah jadi ibu tiri hihihihi.... ngoceh deh sepanjang perjalanan pulang ke rumah sampe balik lagi ke rumah ortuku (untung rumah kita deket). Walopun ternyata begitu sampe dirumah ortu saya, ga langsung berangkat juga karena masih tunggu adik saya yang tinggal di BSD datang. Tuh kaaaannn.........

Abis shalat Ied, udah sungkeman ke ortu, seperti biasa saya menuju ke rumah kakaknya mama di Bali View Cirendeu atau ke mertua dulu. Tahun ini hubby milih ke Cirendeu dulu baru
kerumah ortunya. Asumsi kita, berangkat dari rumah jam 11, sampe cirendeu jam 11.30 trus cabut jam 13.00-an ke Cilandak. Ternyata strateginya salah banget. Jarak tempuh antara rumah saya dan Bali View yang biasanya cuma setengah jam, hari itu kita tempuh dalam waktu 2 jam. Jadi kita baru sampe disana jam 13.00. Hadeeeehh....

Macetnya bener-bener ga gerak. Pokoknya mampet!!! Saya udah teriak-teriak di twitter, BBM-an sama grup temen-
temen SMA saya di BBM. Dan semuanya melaporkan kalo wilayah pinggiran Jakarta hari itu emang beneran macet total. Kalo saat itu saya ga pake kaftan, mungkin saya juga ikutan ngatur lalu lintas deh :((
Akhirnya silaturahmi pun terhenti sampe Cirendeu saja. Biasanya rute silaturahmi hari pertama saya selain ke Cirendeu, juga ke rumah mertua di Cilandak, Tanah Kusir dan Cilangkap. Gara-gara macet gila-gilaan. Bye bye deeeh... bakso di tanah kusir dan ketupat pake tauco medan di Cilangkap huhuhuhu....

Saya pun baru bisa ketemu mamah dan papap mertua justru di hari Lebaran ke-3. Haduuhh... untung mertua saya baek, bisa minta maaf pake telpon dulu sebelum sungkem.

Yang jelas seperti biasa, Lebaran selalu ada peningkatan gizinya, bagi-bagi angpaunya buat para anak kecil, ketawa-ketawa sama para sepupu dan foto-fotoan. Lebaran emang menyenangkan ya :))

Friday, September 9, 2011

Menjadi dokter itu mahal ya??

Beberapa tahun lalu, seorang ibu teman arisan saya disini memberi tahu saya sewaktu kami bertemu saat arisan soal cucunya (IYA CUCU!!!), karena teman-teman arisan saya di komplek arisan saya adalah orang-orang seusia mama saya.

Si cucu akan menempuh kuliah kedokteran disebuah universitas swasta di Jakarta. Biaya kuliahnya saat itu mencapai angka 140 juta. Itu baru biaya masuk, belum biaya praktikum, buku, dll, dll.

Sewaktu lebaran kemarin, seorang sepupu saya curhat karena anaknya yang sekarang duduk di bangku SMA sudah memilih akan berkuliah di Fakultas Kedokteran Gigi. Biaya kuliahnya sekitar 200 juta. Lagi-lagi belum termasuk biaya lain-lain. " Gue harus kerja mati-matian nih ". curhatnya.
Tapi belum selesai sampai disitu, setelah dia selesai kuliah nanti, sepupu saya harus menyediakan peralatan dokter gigi. Tahu kan? perangkat yang ada diruang praktek dokter gigi? yang ada kursi yang bisa diturun-naikkan, lampu, mesin bor, dll, dll? kata sepupu saya yang sudah melakukan pengecekan, harga perangkat tersebut lebih dari 500 juta. Wheeewww.......

Buat yang memilih menjadi dokter umum, dan kelak memilih jalur spesialis berarti ada sejumlah dana lagi yang harus disiapkan. Secara statistik, kuliah di fakultas kedokteran adalah jurusan kuliah yang paling banyak memakan biaya dibandingkan jurusan-jurusan lain.

Menjadi dokter memang profesi yang membanggakan dan menjanjikan. Ada yang bilang jadi dokter bisa membuat kita cepat kaya. Apalagi dokter yang pasiennya seabrek-abrek. Saya pernah tinggal dirumah dokter tahun 1999-2000. Waktu itu saya numpang tinggal dirumah seorang om (adiknya mama) yang berprofesi sebagai seorang dokter anak. Om saya ini termasuk dokter anak yang laris. Sepertinya waktu 24 jam tidak cukup untuknya. Pasiennya sudah antri sejak jam 5 pagi hingga larut malam. Dalam seminggu om saya sudah praktek di 4 tempat tiap sore hari, sementara paginya om saya sibuk di FKUI dan RSCM.


Saya ingat pernah membukakan pintu untuk pasien jam 5 pagi, bahkan mengunci pagar setelah pasien terakhir pulang sekitar jam 12 malam. Para orang tua akan berusaha mati-matian mengejar sang dokter apabila anak mereka sakit. Merekapun akan sabar menunggu dirumah om saya apabila om saya belum pulang dari tempat prakteknya.
Saya pernah 'bertugas' menjawab telpon yang ada dirumah. Sehingga saya sampai hafal schedul kerja om saya dulu. Pagi-pagi terima pasien jam 5-7 pagi. Jam 7 berangkat ke RSCM/FKUI, jam 15.00 sampe rumah dan terima pasien sampe jam 16.30. Jam 17.00 berangkat lagi untuk praktek sampe jam 20.00. Lalu kalau malam, om saya hanya mau terima 2-3 pasien saja. Saya sampai hafal tempat praktek om saya. Hari Senin dan Rabu di Hermina A, hari Selasa dan Jumat di Hermina B, hari Rabu di Hermina C. Sabtu sesuai perjanjian, om saya ada di RS bersalin D.

Om saya masuk kuliah kedokteran tahun 74 (kalau tidak salah) di FKUI, mengambil spesialis anak. Melanjutkan studi ke Belanda tahun 90-an (lupa untuk gelar apa). Lalu tahun 2006 mendapat gelar Doktor juga dari Belanda. Dan besok beliau akan dikukuhkan sebagai Professor di FKUI. Kalau dipikir-pikir, sudah 30 tahun lebih dia sekolah??

Anyway, congrats ya Om.

Buat yang mau berobat, nama om saya
Dr. Jose RL Batubara (spesialis anak) <-- PROMOSI....

Buat yang memilih untuk kuliah di Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi, tetap semangat ya dan jangan lupa kalau biaya kuliah kalian itu mahal banget!!!!

Menjadi Atlet

Seorang teman yang kebetulan seorang ibu rumah tangga sedang uring-uringan waktu ketemu saya saat bulan puasa lalu. Apa sebab??

Ceritanya ngomongin soal Victoria Beckham yang baru saja dikaruniai bayi perempuan. Tiba-tiba temen saya cerita soal anak ABGnya yang doyan main bola. Sebagai orang tua yang memiliki anak ABG adalah wajar kalau si anak punya hobby terhadap oleh raga tertentu. Dalam hal ini, si anak memilih sepak bola. Bukan cuma doyan main aja, tapi si anak juga mengoleksi poster dan beberapa merchandise (walaupun bukan yang asli) dari beberapa klub kesayangannya. Ada yang dari liga Inggris ada yang dari Italy. Sebagai orang tua, temen saya juga membelikan kaos-kaos club bola favorit anaknya.

" Pokoknya tembok kamarnya penuh deh sama poster-poster klub bola kesayangannya " cerita teman saya.
Belum lagi karena di TV sering ditayangkan pertandingan di dua liga tersebut, si anak pun hafal nama-nama pemain kesayangannya, lengkap dengan nomor punggungnya.

" Gue sama suami pokoknya diajarin deh, si anu nomor sekian, posisinya striker, si itu nomor sekian, posisinya gelandang. Sampe pelatih, sampe pemain ini dijual ke klub ini seharga sekian, atau si pemain ini mau dipecat. Heran deh bisa ngerti sampe segitu-gitunya " tambahnya lagi.

Saya sih seneng aja dengernya. Soalnya kalo nanti saya punya anak, saya juga pengen anak saya punya hobby tertentu. Misalnya ke musik (piano) karena hubby saya bisa main piano. Atau ke olahraga seperti anaknya temen saya ini.

Tapi mendadak temen saya jadi uring-uringan. Soalnya beberapa hari sebelumnya sewaktu teman saya dan suaminya bertanya pada si anak soal sekolah SMAnya nanti (saat ini si anak masih di bangku SMP) tau-tau si anak menjawab dengan enteng bahwa dia ga mau sekolah lagi tapi mau konsentrasi berlatih sepak bola dan menjadi atlet bola dikemudian hari.

" Langsung gue lemes deh, gila apa anak itu?? Dia pikir jadi atlet di Indonesia bisa kaya di luar negeri kali ya? " kata teman saya sambil uring-uringan.

Saya mikir, iya juga sih. Saya juga pasti akan uring-uringan kalau mendadak anak saya mogok sekolah dengan alasan untuk mencapai keinginannya menjadi seorang atlet. Apalagi seorang atlet di Indonesia belum bisa dijadikan pegangan seorang untuk hari tua.

Obrolan kami menjadi lebih serius. Saya sih hanya berusaha menenangkan teman saya aja dan mengatakan mudah-mudahan itu hanya obsesi sesaat aja. Mungkin beberapa bulan lagi keinginan main bolanya akan surut. Tapi teman saya bilang, dia mengenal si anak, semakin hari obsesinya akan sepak bola malah makin menjadi. Sekarang kalau ada siaran sepak bola yang akan ditayangkan di TV dia memilih untuk tidak memberitahukan si anak. Kalau si anak mulai membicarakan sepak bola, dia juga akan berusaha mengganti topik pembicaraan.

" Gimana kalau elu cerita sama dia dengan jujur bahwa menjadi atlet di Indonesia belum bisa dijadikan pegangan hidup? "

Jujur aja beberapa saat sebelum saya bertemu dengan teman saya ini, di twitter sedang beredar berita mengenai seorang mantan atlit sepeda peraih medali emas yang saat ini menjadi seorang penarik becak. Atau banyak cerita tentang mantan atlit yang justru hidup miskin dimasa tuanya.

Hubby saya pernah cerita soal temannya. Temannya hubby dulu adalah mantan atlet sepeda. Spesialisasinya adalah pertandingan sepeda di velodrome. Dia cerita bahwa semasa sekolah dulu, dia sempat diberikan pilihan, mau konsentrasi menjadi atlet sepeda tapi mengorbankan sekolah atau kembali ke bangku sekolah dan meninggalkan cita-citanya sebagai atlet sepeda. Teman hubby memilih kembali ke bangku sekolah. Kini ia berkarir sebagai seorang programmer komputer, jauh berbeda dengan atlet sepeda dulu.

Menjadi atlet di Indonesia jangan disamakan dengan di Amerika. Atlet basket yang bermain di NBA sana disamakan derajatnya seperti artis-artos Hollywood. Liat saja dulu Dennis Rodman atau Michael Jordan yang bahkan bisa main film. Atau yang paling baru, ada Lamar Odom yang menikahi Khloe Kardashian, atau Tonny Parker yang menikahi Eva Longoria (walopun akhirnya bercerai). Sementara di Indonesia, seumur-umur saya baru sekali nonton pertandingan basket antar klub.

Atau lihat saja pemain-pemain sepak bola macam David Beckham, Wayne Rooney bahkan Cristiano Ronaldo yang selain dibayar oleh klub tapi banyak produk iklan yang mereka bintangi. Tapi mana ada atlit Indonesia yang seperti itu. Bintang-bintang sepakbola macam Irfan Bachdim, Christian Gonzales atau Bambang Pamungkas baru-baru saja menjadi bintang iklan hanya karena sukses membawa Indonesia menjadi runner up Piala AFF. Padahal PSSInya sendiri berantakan karena kebanyakan masalah. Hubby malah dengan santai bilang " si Irfan Bachdim atau Gonzales bisa jadi bintang sinetron tuh, soalnya mereka punya modal tampang dibanding pemain yang lain ".

Susi Susanti dan Alan Budikusuma yang pernah meraih medali emas Olimpiade aja sekarang malah berbisnis dibidang garmen baju-baju olahraga. Padahal saya percaya dulu mereka pasti menerima banyak uang bonus.

Duluuuuuu.... waktu saya masih duduk di bangku SD, papa saya rajin mengajak kami anak-anaknya untuk nonton pertandingan olahraga di Senayan kalau ada PON atau bahkan Asian Games. Tapi orang tua saya tidak mengarahkan saya untuk berkonsentrasi menjadi seorang atlet. Mereka tetap meminta saya konsentrasi untuk belajar.

Jadi kesimpulannya, saya, teman saya dan mungkin beberapa orang tua lainnya akan melarang anak-anak kami menjadi atlet. Mungkin kalau duia olahraga Indonesia sudah membaik nanti, barulah hati kami melunak.



Tuesday, September 6, 2011

Uwa Eha dulu dan sekarang

Uwa Eha baru saya kenal 10 tahun ini semenjak saya pacaran dan menikah dengan hubby. Uwa Eha ini sepupunya mamah mertua. Banyak yang bilang, Uwa Eha ini ibu ke-2nya hubby.

Dulu semasa SMA, hubby pernah tinggal selama 7 bulan dirumah uwa didaerah Bogor. Waktu itu hubby baru aja dikeluarin dari SMAnya karena kasus tawuran. Karena diblacklist sama semua SMA di Jakarta, akhirnya hubby hijrah ke Bogor dan tinggal bareng uwa dan menamatkan pendidikan SMAnya di Bogor.
Hubby bilang, banyak kenangan bareng uwa, salah satunya uwa yang guru agama ini mengajarkan hubby membaca Al-Quran. Alhamdulillah masih nempel sampai sekarang, hubby masih lancar membaca Al-Quran.

Salah satu anak uwa pernah cerita sama saya, saking sayangnya uwa sama hubby waktu itu. Kalau uwa masak daging cuma buat hubby saya. Makanya Jenny salah satu anak uwa bilang " yang dikasih makan daging cuma Ady, kita mah engga boleh sama Enin (panggilan Jenny ke uwa) ".


Saya akui, saya jarang banget ketemu uwa karena saya di Jakarta dan uwa di Bogor. Pertemuan kami hanya terjadi tiap lebaran. Sejak pacaran dulu, hubby bilang " nanti kalau kita nikah, tiap lebaran kita ke Bogor, silaturahmi ke uwa ".
Waktu saya menikah, uwa bikin foto khusus bersama saya dan hubby. Setelah itu foto pengantin kami terpajang secara khusus di ruang tamu rumahnya di Bogor.

Saya sih seneng aja ke Bogor, tiap lebaran saya selalu mengatur waktu kapan kami (saya, hubby dan keluarganya) akan bersilaturahmi ke Bogor sekalian berwisata kuliner. Tak lupa, saya menyiapkan sekotak parcel buatan sendiri buat uwa dan cucu-cucunya. Nanti begitu sampai di Bogor, keluarga uwa akan menyambut kami dengan hangat, lalu mamah dan papap mertua akan ngobrol dengan uwa dan keluarganya dengan bahasa Sunda. Sementara saya? cuma senyum-senyum aja sambil sesekali berusaha menyimak isi pembicaraan.

Selesai silaturahmi, uwa akan mengantar kami sampai ujung gang rumahnya.

Tiap tahun kesehatan uwa mengalami kemunduran. Kalau dulu, beliau masih bisa mengantar kami sampai depan gang, makin ke sini uwa hanya bisa mengantar sampai teras rumahnya. Apalagi 3 tahun terakhir uwa sudah harus duduk dikursi roda. Sehingga makin terbatas saja ruang geraknya. Semenjak uwa terserang penyakit Alzhaimer, uwa mengalami kesulitan mengenali kami. Beliau akan mengingat setelah kami berkali-kali menyebutkan nama kami. Tapi uwa masih tetap mengenal hubby saya. " Ini edy uwa, anaknya uwa yang paling kecil ". Trus uwa mengangguk-anggukkan kepalanya.

Tahun ini kesehatan uwa makin memburuk. Diusia 85 tahun kesehatannya makin menurun. Apalagi bulan April lalu uwa sempat koma 24 jam.
Uwa hanya bisa terbaring ditempat tidurnya. Mulutnya tidak bisa berkata-kata lagi. Yang tidak berubah, matanya tidak pernah lepas dari hubby yang selalu dianggap anak bungsunya. Tiap kali hubby berada didekatnya, matanya selalu menatap ke arah hubby.

Saya berdoa semoga uwa bisa sehat lagi. Walaupun menurut anaknya, untuk duduk di kursi roda pun sudah amat sulit. Uwa harus diganjal bantal supaya tubuh rapuhnya tidak terjatuh. Saya hanya ingin, kalau program hamil saya sukses, uwa bisa bertemu dengan cucunya (dari saya dan hubby). Karena tiap kali kami bertemu, pertanyaan yang selalu dilontarkan uwa adalah soal cucu.
Cepat sehat ya uwa, semoga uwa juga diberi umur panjang, dan doakan, lebaran tahun depan saat kami datang ke Bogor, kami sudah bawa cucu buat uwa.

Sunday, September 4, 2011

Ramadhan

Bulan Ramadhan baru saja kita tinggalkan beberapa hari yang lalu. Banyak hal yang membuat banyak orang selalu berdoa untuk bisa bertemu dengan Ramadhan ditahun depan. Kalau sesuai dengan agama, di bulan Ramadhan inilah pahala-pahala kita dilipat gandakan oleh Allah. Semua orang berlomba-lomba meningkatkan amal ibadahnya demi mengejar pahala.

Buat saya, selain hal tersebut yang membuat saya selalu ingin bertemu dengan Ramadhan adalah banyak hal lain yang terjadi selama satu bulan suci ini. Saya merasa, hubungan saya dan suami menjadi lebih dekat lagi selama Ramadhan. Kami sahur bersama, buka puasa bersama, beribadah bersama. Banyak pembicaraan yang kami lakukan saat sahur atau berbuka puasa. Banyak doa-doa yang kami panjatkan bersama tiap kami beribadah. Banyak juga keinginan yang kami diskusikan saat sahur atau berbuka puasa.

Saat sahur kami makan sahur bersama, ngobrol lalu nonton TV menikmati acara sahur yang disediakan oleh teve swasta. Demikian juga saat berbuka. Kami menikmati hari-hari Ramadhan kami.

Kemarin saat saya terbangun untuk bersiap-siap akan menunaikan shalat Idul Fitri, saya kembali terkenang dengan Ramadhan dan suasana sahurnya. Makan sahur sambil nonton OVJ atau Saatnya Kita Sahur. Sambil menunggu imsak datang.

Suami saya bertanya, " mana teh manisnya? " saat mendengar azan magrib berkumandang. Karena tiap kali berbuka puasa, ia selalu menikmati segelas teh manis hangat sebelum dilanjutkan dengan makanan lain.

Semoga saya kembali bisa bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Amin.