Thursday, February 17, 2011

Adopsi

Saya mulai berpikir untuk adopsi. Entah kenapa, mendadak terlintas saja dibenak saya. Mungkin rumah kami mulai rindu kehadiran sosok mungil. Beberapa waktu lalu, diam-diam saya sempat mempelajari dokumen adopsi ini. Mamah mertua saya siap membantu. Papap mertua saya juga siap turun tangan membantu urusan paperworksnya. Lalu saya mulai mencari-cari di google, apa saja yang harus disiapkan untuk mengadopsi seorang bayi.
Secara hukum, saya dan hubby udah bisa melakukan proses adopsi. Kami berdua sudah menikah lebih dari 5 tahun tanpa anak, punya penghasilan dan dari keluarga yang mampu. Saya kembali semangat hendak melakukan adopsi. Apalagi di keluarga saya, adopsi bukan hal yang baru pertama kali dilakukan. Om dan tante saya, ipar saya pernah melakukan adopsi. Dan Alhamdulillah, semua berjalan lancar hingga hari ini.
Didalam lubuk hatinya, sebenarnya hubby belum siap melakukan hal ini. Adopsi bukan seperti kehamilan yang kami tunggu datang dari rahim saya sendiri. Adopsi sepertinya berlangsung cepat. Hari ini kami masih berdua, besok kami sudah bertiga. Berbeda dengan kehamilan yang datang dari rahim saya, dimana kami benar-benar menunggu kedatangannya selama 9 bulan. Tapi saya tetap semangat, hingga suatu ketika hubby bilang " yuk bismillah, Insya Allah aku siap ".

Teman-teman saya pun banyak mendukung dan menyemangati saya. Ada yang ga pernah berhenti mengirimkan twitter atau memberikan link soal adopsi ini ke Blackberry saya.

Tapi ternyata tidak semuanya mendukung. Ada yang menentang. Dan memberikan contoh-contoh yang super mengerikan soal adopsi ini. " Bayangin aja, ga ada petir ga ada angin. Eh, tiba-tiba si tetangga ngomong ke si anak. Eh kamu kan bukan anaknya mama itu, kamu cuma anak pungut!! ". Astagfirullah... Padahal kalo dipikir, apa urusannya si tetangga ngomong seperti itu?? Walaupun dalam nada becanda, tapi itu adalah sebuah becandaan tolol menurut saya.
Atau contoh seperti ini " Eh, lu adopsi anak Cina ya? matanya sipit banget. Beda banget matanya sama mata kalian berdua. Kok yang diambil anak Cina sih?? ". Rasanya saya mau menonjok orang ini!

Mental saya langsung drop seketika.

Saya ga mau kalau anak saya harus tahu asal-usulnya dari mulut orang lain. Karena saya hanya mau anak saya hanya tahu bahwa saya dan hubby adalah orang tuanya. Orang tua yang menyayanginya sepenuh hati.
Ada yang menyarankan, kalau saya mau adopsi lebih baik saya pindah ke lingkungan baru yang tidak mengenal saya sama sekali. Sehingga 'rahasia' adopsi saya bisa terjaga. Lagi-lagi mental saya kembali drop saat itu juga.

Beberapa waktu lalu saya menonton Discovery Home & Health yang membahas soal adopsi ini. Saya iri dengan kehidupan di America yang membicarakan adopsi tanpa harus ditutup-tutupi. Saya iri melihat sepasang keluarga America berkulit putih yang dengan kasih sayang mengurus bayi perempuan adopsi mereka yang berkulit hitam. Saya iri dengan Angelina Jolie, Sandra Bullock atau Madonna yang dengan santainya mengurus anak-anak adopsi mereka dan memanggil mereka dengan " my boy, my daughter ". Tanpa takut ada orang yang bilang " itu anak pungut ya? ".
Saya iri dengan mereka di America yang bisa bilang " This is my adopted son/daughter. And I am so proud of him/her ". Demikian juga sebaliknya. Pasti pada tahu soal asal usul Nicole Richie yang juga adalah anak adopsi dari Lionel Richie?

Tapi itu di America dan bukan di Indonesia. Kehidupan disana berbeda kulturnya.
Sekarang saya kembali mengumpulkan kepingan menrak saya yang sudah pecah berkeping-keping menjadi satu kembali. Insya Allah saya siap. Bismillah... saya percaya Allah akan memberikan saya kekuatan. Amin!

Wednesday, February 9, 2011

BB ohhh BB

Setelah setahun lebih menggunakan BB, saya merasa BB mempermudah hidup saya. Istilah dunia ada ditangan memanghampir jadi kenyataan. Mau ngobrol, browsing, cek email semua bisa dilakukan lewat BB.

Waktu pertama kali punya BB, saya ga sempat menjadi autis. Dirumah saya ga sampe kayak yang duduk di pojok ruangan sambil sibuk dengan BB saya. Kata hubby, saya masih normal. Sampe dirumah, BB langsung saya letakkan dimeja disamping tempat tidur. Persis seperti jamannya masih pake HP dulu. Biar pun bunyi tring... tring... tring... ga selalu saya perdulikan. Akibatnya bisa dibilang saya hampir ga pernah ribut sama suami gara soal BB ini.

Tapi ada satu hal yang mengganggu hidup saya. Apalagi dengan yang namanya bunyi tring... tring... tring... BB yang kadang suka ga kenal waktu. Pagi-siang-malam-tengah malam-subuh sudah bunyi.
Memang, saya mengikuti 9 grup di BB saya. Ada grup teman-teman SD, teman SMP, teman SMA, kuliah, dan grup keluarga. Ada grup yang sepi, ada yang kelewat ramai.
Grup keluarga biasanya untuk saling memberitahukan apabila ada sesuatu hal yang berhubungan dengan keluarga misalnya " om X masuk RS, dirawat di paviliun A kamar nomor sekian-sekian ". Atau misalnya " ada undangan makan siang dirumah tante Y dalam rangka ulang tahunnya ".

Grup sekolah juga begitu. Biasanya BB saya akan mendadak berisik apabila ada event yang diadakan grup kami. Misalnya Arisan, karaokean bareng, ketemuan, dll. dll.

Tapi ada juga yang diluar batas. Kadangkala teman-teman saya seperti lupa bahwa apabila mereka hanya ngobrol berdua dan dilakukan didalam grup, akan membuat BB semua orang yang ada didalam grup tersebut ikutan bunyi. Urusan seperti ini sempat membuat seorang teman mengundurkan diri dari grup karena ga tahan. Saya juga mengerti perasaan teman saya ini.
Kadang kala urusan pembantu yang hanya diomongin 2 orang teman saya yang kebetulan ibu rumah tangga dan ga ada kewajiban pergi kekantor esok harinya diomongin didalam grup sampe tengah malam. Selama mereka masih asyik bercakap-cakap, BB saya tetap bunyi tring tring tring tring :((

sampe ada yang menjerit " kenapa ga japri aja sih????? "

BB suami saya juga gitu. Pernah suatu ketika saya terbangun tengah malam karena mendengar BBnya berbunyi. Waktu saya cek ternyata salah seorang teman di salah satu grup BBnya menulis " udah pada tidur ya?? ". Dan dia menulisnya jam 1 malam!!!!!!

Semalam, BB saya ribut berbunyi. Isinya percakapan beberapa teman saya. Kalo kata teman yang lain, teman-teman saya ini baru merasakan punya BB semua, jadi masih getol2nya ngobrol :D
Masalahnya semalam sudah hampir jam 11 dan mereka masih asyik ngobrol. Hubby tidur duluan. Kalau hubby belum tidur, biasanya dia akan meletakkan BB saya jauh-jauh dari tempat tidur. Entah dimeja tempat kami menaruh sajadah shalat atau diatas lemari. Tapi semalam berhubung hubby sudah tidur dan saya sudah terlalu malas untuk beranjak dari tempat tidur, saya memilih menu SILENT di BB saya dan melanjutkan tidur.

Lalu paginya saya lupa kalau BB saya masih dalam kondisi SILENT. Hingga sampai dikantor.... terakhir boss saya yang sedang berada di Singapura menelpon teman sekantor saya untuk berbicara dengan saya. Kemudian " why you didn't pick up my phone? I tried to call you many times!!! " OMG :((



Wednesday, February 2, 2011

Duka Cita

Hari Senin kemarin sekitar pukul 3 sore saya menelpon Plant Manager saya, Bp. Agus Priyadi. Mengingatkan beliau soal Management Meeting yang saya atur hari Selasa, 1 Februari 2011.
" Jangan lupa ya Pak, jam 10 seperti biasa ". Beliau menjawab " Iyaaaa.... " jawaban khas ala pak Agus. Tapi siapa yang mengira, justru jawaban standar itu adalah suara beliau terakhir yang saya dengar??
Sepulang dari kantor, saya mandi lalu makan malam. Setelah itu sama minum obat batuk saya yang mengandung obat tidur. Jam 8 saya sudah nyaris pulas, walaupun terbangun sesekali akibat batuk. Saya melihat BB saya ada dimeja disamping tempat tidur saya, tapi saya malas memegangnya. Saya biarkan tergeletak disana.
Keesokan harinya (1 Februari 2011) saya diantar kekantor oleh hubby seperti biasa dan minta diturunkan didepan ATM Mandiri didekat kantor. Saya baru menyadari BB saya ternyata mati, lalu saya masukkan pin saya dan kemudian... tring..tring...tring...tring... puluhan BBM masuk seketika. Selesai urusan dengan ATM saya mulai membaca BBM yang masuk. Salah satunya " Agus Priyadi passed away last night due to heart failure.... " Astagfirullah.... saya langsung lemas rasanya. Tiga teman saya mengabarkan seperti itu.
Saya berlari dari ATM ke gedung kantor kami. Boss saya megirimkan SMS bahwa dia akan berada di pabrik untuk mengurus pabrik yang mendadak ditinggal pimpinannya. Teman saya mengirim BBM semalam mengajak saya ke airport bagian cargo untuk mengurus jenazah yang akan diterbangkan ke Surabaya. Satu lagi BBM bertanya apakah saya mau turut serta ke Cikampek (lokasi pabrik kami dan rumah duka) untuk melayat kesana (BBM dikirmkan pukul 10 malam). Teman saya dikantor malah menangis karena ga percaya. " Masya Allah, gue masih ngobrol becanda-canda sama Pak Agus soal PGN (Perusahaan Gas Negara) kok " isaknya.
Saya sedih sekali karena bablas tidur akibat obat batuk dan tidak bisa membantu apa-apa untuk Pak Agus untuk terakhir kalinya.
Selasa pagi suasana duka begitu terasa dikantor kami. Semua membicarakan sosok pak Agus yang tidak pernah marah, suka berguyon dan santun. Untuk seorang Plant Manager yang mengepalai sekitar 150 orang karyawan, pak Agus termasuk jauh dari dari kesan galak. Disini saya bicara secara personal karena saya tidak begitu tahu bagaimana keseharian beliau memimpin pabrik. Tapi dimata saya, beliau sangat menyenangkan dan senang bercanda. Banyak yang tidak percaya beliau sudah pergi karena banyak dari kami di kantor Jakarta yang masih bicara lewat telpon dengannya kemarin.
Asistennya bercerita kepada saya bahwa dia sudah menganggap pak Agus seperti bapaknya sendiri. Makanya dia sedih bukan kepalang. Office girl pabrik malah belum berhenti menangis karena sedih akibat dia adalah orang yang terakhir diberitahu bahwa pak Agus meninggal dunia. Kata asisten pak Agus, si OG ini sayang banget sama pak Agus. Kalau ada kue atau makanan lain, pasti si OG langsung menyisihkan duluan makanan tersebut untuk pak Agus. Malah kalau ada yang nakal dan nekad mengambil kue/makanan, si OG akan marah-marah. Urusan kopi atau teh untuk pak Agus dia selalu siapkan nomor satu.
" Makanya si Titik (OG) belum berhenti nangis mbak, dia marah sama kita karena dia baru diberi tahu terakhir ".
Receptionist kantor saya juga menangis karena ia menganggap Pak Agus seperti bapaknya sendiri, apalagi Pak Agus salah satu orang yang cukup berjasa mencomblangkan si receptionist dengan salah satu orang di pabrik.
Hingga hari ini kami masih sedih. Ini terlihat dari status Yahoo Messenger dan Facebook para karyawan kantor. Ya, kami sangat kehilangan beliau. Tidak ada lagi yang menelpon atau menyapa saya (kalau beliau berkunjung ke kantor Jakarta dengan suara khasnya " Bu Intan, bapakmu ada? "
Selamat Jalan Pak Agus Priyadi, Insya Allah bapak Khusnul Khotimah dan ditempatkan ditempat yang terbaik disisi Allah SWT. Innalillahi wa Innailaihi rojiun.........