Tuesday, August 9, 2011

Prolaktin

Hormon ini menjadi momok saya disetiap saya melakukan program.
Sejak saya memulai program kehamilan ini tahun 2003 lalu, hormon prolaktin saya selalu betah bertengger diangka-angka tinggi.
Suatu ketika seorang dokter kandungan sampai menyuruh saya melakukan CT Scan karena beliau takut ada tumor di otak saya. Sementara prolaktin diproduksi diotak para wanita.
Hormon prolaktin ini adalah hormon yang menghasilkan air susu ibu. Jadi, dalam kasus saya dimana saya belum pernah hamil dan melahirkan. Tingginya hormon prolaktin ini membuat saya susah hamil karena menekan si prolaktin menekan fungsi indung telur (ovarium) yang akibatnya dapat memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid.

Untuk wanita yang tidak dalam kondisi hamil, nilai maksimum hormon prolaktinnya adalah 29.2. Sementara saya ??? 40!!!

Dulu tiap kali saya mengecek hormon prolaktin dan hasilnya selalu tinggi, dokter-dokter kandungan saya selalu menanyakan hal paling mendasar " apakah hidup saya penuh dengan stress? ". Awalnya saya sampai bingung. Hidup saya tidak terlalu stress. Ada stress tapi tidak tinggi, apalagi suami saya selalu mendampingi. Mungkin stress saya bukan seperti orang lain. Tapi stress yang bukan datang dari diri saya sendiri. Bagaimana dengan sekeliling saya? keluarga? teman? tetangga?

Saat saya kembali berniat memulai program ini momok terbesar saya tetap si hormon prolaktin ini. Dan lagi-lagi dokter meminta saya memeriksa hormon prolaktin ini bersama dengan hormon-hormon yang lain (LH, FSH dan Estradiol) sebagai langkah awal memulai program. Seperti biasa saya akan mulai stress, padahal saya dilarang stress oleh dokter karena salah satu pemicu hormon prolaktin yang tidak stabil adalah stress ini. Jelas bagi saya, prolaktin dan stress bukan kombinasi yang baik.

Karena itu sebelum saya memulai program, bersama suami saya berpikir apa yang akan kita lakukan untuk meredam tingkat stress saya? Yang pertama dilakukan suami saya adalah : menjauhkan si BB dari saya. Jauuuuuhh sejauh-jauhnya. Sampai akhirnya saya dan suami menemukan cara meredam stress saya : mematikan ringer BB dan telp CDMA saya. Setelah itu hubby membuat saya hanya mengenal 1 kata saja : happy. Saya hanya menerima isi BB yang tidak membuat saya stress. Selebihnya saya hapus jauh-jauh. Terserah orang mau bilang apa. Saya males menaruh status di FB, saya malas berdiskusi berat-berat di BBM. Banyak yang bilang beberapa bulan lalu, saya jadi sosok yang egois. Terserah, saya hanya ingin tenang.

Butuh waktu beberapa bulan untuk meredam stress ini. Apalagi saat itu saya sempat menjalani masa-masa persiapan adopsi. Tapi hubby membiarkan saya melakukan semua yang saya senangi. Yang tidak boleh cuma satu : stress. Sebelum saya tenang, kita tidak akan memulai program ini. Ini alasan saya melakukan itu semua. Ada sejumlah uang yang saya bayarkan untuk program ini, dan kali ini saya tidak ingin uang saya habis sia-sia saja.

Dunia saya beberapa bulan terakhir selain kantor? rumah! Saya menghabiskan waktu saya dirumah membaca buku-nuku koleksi saya selama weekend, memasak berbagai resep baru yang saya temukan di internet. Saya jarang menginjakkan kaki saya di mall. Saya pergi ke mall hanya bila ada janji dengan seseorang. Hubby benar-benar menjaga saya supaya tidak lelah dan stress. Kata hubby, kalau saya terlalu lelah mood saya pasti ajrut-ajrutan. Hubby juga berkorban dengan memilih berada dirumah menemani saya. Apalagi kemacetan saat macet sekarang ini sudah dalam tahap tidak wajar. Selain itu yag paling penting, saya belajar menyesuaikan diri. Sehabis IUI ini saya akan habis-habisan istrirahat selama 2 minggu. Dokter sudah menyarankan untuk saya tidak pergi kemana-mana dulu. Makanya saya belajar membuat diri saya semakin betah dirumah.


Saat tiba waktunya untuk saya melangkah ke lab dan kembali memeriksa hormon-hormon ini. Langkah saya tetap saja berat. Saya sebal akan kembali mendapat tatapan dari dokter kandungan saya dan mereka akan kembali melontarkan pertanyaan " ibu stress ya? ".

Sewaktu saya menerima laporan hasil test saya, saya tidak bisa menahan rasa tidak percaya sewaktu melihat tulisan angka 10 pada hasil test prolaktin saya. Sepuluh!!!! ya benar, sepuluh!!!! Semua hal yang saya lakukan akhirnya ada hasilnya. Pengorbanan hubby pun jadi tidak sia-sia. Sampai waktu kami konsultasi ke dokter, hubby berulang kali sampai nanya " ini benar ya dok, angka prolaktinnya cuma 10? benar ya dok? udah normal ya? " Alhamdulillah....

Momok saya terhadap hormon nakal ini hilang sudah. Sekarang tinggal menjaga supaya hormon ini tetap stabil saat proses IUI berlangsung. Jadi bisa bantu saya dengan tidak membuat saya stress??? Minimal sampai dua bulan kedepan saja. Saya mohon.............


No comments: