Friday, October 23, 2009

saya dan Dewi semua sama

sahabat kereta saya Dewi tadi pagi cerita soal ada yang mengganggu rumah tangganya. Kalau pengganggu rumah tangganya adalah pihak ke-3. " bukan PIL/WIL kan Wi? " tanya saya antusias. Dia menggeleng. Jawabnya sederhana, ibunya.

Dewi ini teman kecil saya. Rumahnya dibelakang rumah orang tua saya. Kami berteman sejak saya kelas 1 SMP dan dia kelas 2 SMP sewaktu saya pindah ke komplek tersebut. Dewi kenal keluarga saya, saya juga begitu. Kenal orang tuanya, adiknya, kakaknya. Sama seperti saya, Dewi beli rumah dikomplek itu juga berdekatan dengan orang tua kami. Bedanya kalau Dewi masih satu blok dengan orang tuanya, saya berbeda blok dengan orang tua saya.

Lalu dia cerita soal ibunya yang masih ribut mengatur kehidupannya. " Bayangin deh, gue udah punya anak 2 masih aja diatur kaya gue masih kecil dulu " katanya sewot. Suaminya juga ikut-ikutan diatur. Padahal kata Dewi, ga usah dikasih tahu pun, suaminya juga udah mengerti. Ujung-ujungnya semua sewot. Suaminya sewot, ibunya sewot. Dan Dewi berdiri ditengah-tengah juga dalam keadaan sewot.

Lebih kurang kondisi Dewi hampir sama dengan saya. Ibu saya kadang-kadang melampaui batasnya. Kalau saya lagi dalam kondisi normal, saya bisa memaklumi. Paling-paling saya cuma ngucap " yaaahh... namanya juga orang tua ". Kalo saya juga lagi emosi, saya jadi ikut-ikutan sewot. Trus karena kebiasaan saya kalo marah adalah diam, saya diam ke semua pihak termasuk suami saya. Kalo suami sewot, saya minta dia memaklumi. Repot sih, tapi mau gimana lagi.

Jadi inget mantan boss saya si British dulu pernah bilang, " kenapa sih kulturnya orang asia itu, orang tua selalu nyampurin urusan anaknya?? itu yang bikin anak-anak di Asia ga pada mandiri. Biar si anak udah tua, tapi masih bergantung pada orang tuanya. Orang tuanya pun ga pernah ngasih kepercayaan penuh pada anaknya ".
Kadang saya mikir, bener juga katanya boss saya. Boss saya yang sekarang si Aussie, udah ninggalin rumah orang tuanya diusia 16 tahun. Alasannya " dua orang keras kepala ga bisa tinggal dibawah satu atap yang sama ". Dia pun memilih angkat kaki dari rumah orang tuanya dan sekolah dikota lain di Australia. Pokoknya tiap tahun dia tinggal laporan aja perkembangannya, lulus SMA, masuk jurusan Arsitektur disalah satu Universitas di Melbourne. Masuk perusahaan A. Pindah ke perusahaan B. Ditempatkan di cabang Korea dan seterusnya... dan seterusnya...
Kayaknya gampang ya...

Anyway, yaah mereka kan bule. Gaya hidup dan kulturnya aja udah jelas-jelas beda dengan kita. Sebagai penutup saya cuma bisa bilang saya dan Dewi dan anak-anak Asia lainnya (hihihihihi) lebih kurangnya saya. Masih (terkadang) bergantung pada orang tua dan masih harus siap diatur orang tua :D



No comments: