Friday, November 23, 2007

menikah

Membicarakan pernikahan memang tidak ada habisnya. Seperti kata kiasan bahwa menikah seperti naik perahu memang ada benarnya. Kita tidak pernah tahu gelombang apa yang akan menghantam perahu kita. Kita tidak tau apakah badai bisa mengkaramkan perahu kita.
Walaupun kita sudah mengikat dan memasang layar kuat-kuat, tapi kadangkala masih bisa dihempaskan badai.

Saya tidak fasih membicarakan pernikahan. Pernikahan saya belum seberapa. Tapi sampai detik ini, jujur saya bilang kalau saya bahagia. Saya bahagia hidup dengan suami saya. Saya bisa berbagi beban dengannya. Walaupun dia bukan 100% suami ideal impian saya, tapi sampai hari ini dan nanti mudah-mudahan dia yang terbaik bagi saya.

Banyak teman yang pernikahannya tidak kalah bahagia seperti saya. Ada yang memasuki tahun ke-4, 7, 11 sampai ke 15 dengan bahagia. Masalah sedikit pasti ada, cekcok kecil pasti timbul. Tapi semuanya tidak terasa. Katanya ada kekuatan cinta yang mengikatnya. Entah percaya atau tidak :-)
Ada teman saya yang memuja suaminya yang dikatakan mempunyai hati yang lapang, penyayang, sabar, dll. Saya sih senang-senang saja. Toh teman bahagia, kita juga bahagia.

Tetapi ada teman saya yang membatalkan pernikahannya tepat 1 bulan sebelum dia menikah. Sejak awal memang dia sudah ragu-ragu dengan pilihannya. Kalau dia membandingkan calonnya dengan suami teman yang lain, memang jauh dari kriteria calon suami ideal. Tetapi dia beranggapan, setelah menikah nanti pasti calonnya akan berubah.

Sebenarnya saya kurang setuju dengan anggapannya. Kebiasaan akan sulit dirubah. Seperti kebiasaan buruk saya yang tetap terbawa sampai saya menikah. Tapi jeleknya, saat itu saya kurang berani mengungkapkan isi hati saya. Saya takut dia salah sangka.

Sampai akhirnya dia bercerita soal pembatalan tersebut. Ada rasa sedih dan gembira berkecamuk didalam hati saya. Sedih karena teman saya harus kehilangan calon suami tapi bahagia karena teman saya sudah mengambil keputusan tepat sebelum dia menikah. Tepat karena dimata kami para sahabatnya, calonnya memang jauh sekali dari kata ideal.

Mengambil keputusan seperti itu memang berat dan sakit. Tapi kalau memang harus seperti itu kita harus bisa menerimanya dengan lapang dada. Secara positif kita bisa bilang " Tuhan sayang sama kita. Dia sudah menunjukkan apa yang terbaik untuk saya ".
Meninggalkan dan menghapus segala kenangan lama kadang memang susah. Tapi hidup harus tetap berjalan kan?
Kalau hanya menyesali nasib, lama-lama kita akan menjadi hancur sendiri.

Kita harus maju dan siap menyongsong hari baru.

Saya dan teman-teman tidak berhenti memberi semangat padanya. Membantunya melupakan kenangan buruk.
Kami yakin ada hikmah dibalik ini semua. Mungkin Tuhan punya jalan lain buat dia.


No comments: