Monday, September 14, 2009

lebaran dan kebiasaan

Tadi pagi sewaktu kereta saya masuk st. Tanah Abang, saya mulai melihat kesibukan para pemudik yang sudah mulai bergerombol memenuhi peron stasiun. Tunggu saja 3-4 hari lagi. Akan lebih banyak lagi pemudik yang bergerombol menunggu kereta.

Minggu lalu saya ketar-ketir menunggu konfirmasi teman saya soal penukaran uang receh. Yup, saya mau menukar uang sebanyak 500 ribu menjadi pecahan 5000an.

Kemarin mama saya menelpon saya dan bertanya apakah saya jadi membantunya memasak untuk lebaran tahun ini. Apalagi nanti juga bakal ada Open house dirumah mama saya. Saya sih menyanggupi dan kita berbagi tugas. Mama saya masak ketupat, rendang dan sambal goreng kentang. Sementara saya memasak opor ayam, sayur buncis dan asam padeh daging.

Waktu saya sedang asyik tidur-tiduran dirumah weekend kemarin. Seorang teman menelpon saya dan mengajak saya bertemu disebuah mall diselatan Jakarta untuk buka puasa bersama. " Disini lagi ada sale, trus disana mau ada midnight sale. Gue belum punya baju lebaran nih ".

Sejak sebelum lebaran, saya tidak berhenti-henti mendapat tester kue lebaran. " Kue gue enak nih, pakai keju edam " atau " kue itu enak banget, kejunya berasa, gue rasa menteganya pakai yang import ".

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Minggu lalu saya ngobrol sama hubby. Saya ngerasa bahwa kita lebih banyak kebiasaannya dalam merayakan lebaran. Sebut aja salam tempel, makan ketupat, kue nastar, mudik hingga baju baru.
Hampir semua kebiasaan diatas saya lakukan. Cuma mudik yang tidak saya lakukan karea keluarga besar kami (saya dan hubby) sudah berkumpul di Jakarta. Baju baru? sesekali iya, tapi kalau masih ada baju yang belum sempat terpakai, saya ga beli baju baru deh.

Tapi saya juga ikut kebiasaan mencari yang recehan. Saya ikut memilih-milih kue nastar, putri salju dan kue lebaran lainnya. Dan sudah pasti. Saya pasti makan rendang buatan mama saya yang rasanya??? Lezaaattt...

Padahal kalau dipikir-pikir, di Arab sana mungkin hanya shalat Ied lalu dilanjutkan dengan saling silaturahmi. Mungkin mereka tidak menyuguhkan kue nastar atau makan ketupat. Atau kebiasaan saling memberikan salam tempel.

Jadi inget 3 tahun lalu, saat sedang merayakan lebaran saya mendapat SMS dari seorang teman

" Minal Aidin Walfaizin, mohon maaf lahir batin. Puas2in makan ketupatnya. Jangan lupa sisain gue kue nastar dan rendang nyokaplu ya.. "

Lalu saya balas :
" Sama-sama ya. Maaf lahir bathin juga. Emang lu ga makan ketupat? "

Balasannya :
" Gue lagi training di Jerman. Orang2 pada makan ketupat gue makan kertas-kertas training. Pengen nangis rasanya lebaran kayak begini "


No comments: