Tuesday, April 1, 2008

berubah

Saya berargumentasi dengan seorang teman. Dia menyebut saya ibu-ibu pemarah. Karena sekarang ini saya ga bisa bercanda lagi dan cenderung pemarah.
Hmmm....
Kalo boleh saya bilang, saya pasti mengalami perubahan dibandingkan dulu. Perubahan usia, pola pikir, status (menikah) dan perubahan-perubahan lain.
Saya sekarang pastinya berbeda dengan saya waktu SMA dulu, berbeda dengan waktu saya kuliah dulu. Juga berbeda dengan masa-masa awal saya bekerja. Sebenarnya saya tidak berubah, saya tetap yang dulu. Saya masih si periang yang suka bercerita tapi mudah stress dan punya penyakit susah tidur!

Kalau kemarin saya marah kepadanya, karena ada sebabnya. Begini yaaa... teman saya ini sudah lama banget ga ngobrol dan ketemu dengan saya. Yang saya harapkan dari percakapan kami adalah (mungkin) saya bisa mendapat sesuatu yang baru dari teman saya, atau minimal sekedar bertukar kabar. " Gimana istrilu? baik-baik aja? ". Tentu hal itu jauh lebih menyenangkan, bukan??
Jauh lebih menyenangkan memulai percakapan antara 2 orang yang sudah lama tidak ngobrol dengan sesuatu yang menyenangkan, daripada memulainya dengan sesuatu yang menyakitkan lawan bicara kamu!!
Belum apa-apa, dia sudah meledek saya. Padahal, disaat yang sama, saya lebih mengharapkan percakapan normal. Apalagi kita berdua sudah lama tidak ketemu.

Lalu, dia sepertinya malah membombardir saya dengan candaan yang buat saya makin lama makin tidak lucu. Menyebalkan malah. Awalnya saya masih baik-baik menegurnya dan berusaha mengembalikan percakapan keawal lagi. Tapi dia belum selesai mengolok-olok saya. Maka kesabaran saya habis sudah. Saya marah.
Dan dia mencap saya dengan cap " ibu-ibu pemarah ".

Nah, bagaimana kalau keadaannya dibalik?
Bagaimana saat dia bertemu saya, kawan lamanya dulu, lalu saya memulai percakapan dengan candaan yang lama-kelamaan menyakitkan hati? Saya jamin kok, bukan tidak mungkin dia tidak mau bertemu saya lagi.

Saat keadaannya terbalik, giliran saya yang membombardir dia dengan kemarahan. Dia tidak mau mendengar. Yah, terserah dia sajalah. Saya sudah mengeluarkan isi hati saya saat itu walaupun belum 100% merasa puas.
Sayang, saya terpancing menjadi marah. Walau sebenarnya saya tidak ingin marah.
Saya cuma ingin, kita saling mengerti. Apalagi buat kita yang jarang banget bertemu. Bukankah lebih baik silaturahmi dimulai dengan sesuatu yang bermanfaat daripada sesuatu yang menyakitkan??

Saya berubah? Saya bukan berubah, tapi saya berusaha untuk menjadi lebih baik daripada sebelumnya!


No comments: