Wednesday, September 24, 2008

SARA

Semalam, kembali saya pulang naik taksi. Kali ini bersama seorang teman yang kebetulan searah dengan tujuan saya.

Kami menunggu dipinggir jalan didepan kantor dan memberhentikan sebuah taksi.
Karena saat kami pulang sekitar
jam 6, maka saya pun berbasa-basi pada si supir, menanyakan apakah dia sudah berbuka puasa atau belum.

Jawaban yang saya terima,
" bu, saya ini non muslim, masak ibu tidak bisa tahu dari dialek saya? "

Saya dan teman saya bingung dengan jawaban itu dan cuma menjawab " ooo... ".

Sepanjang jalan Sudirman, saya sibuk menelpon teman saya sementara teman saya sibuk menelpon sang suami bahwa dia sudah dalam perjalanan pulang kerumah.

Lalu saya dan teman saya ngobrol soal mudik. Bagaimana teman saya yang akan mudik di Lebaran tahun ini mulai sibuk belanja-belanja oleh-oleh dan keperluan Lebaran lainnya serta packing barang yang akan dibawa mudik.

Lalu terlibatlah kami dengan pembicaraan yang menyebalkan ini :

S (Saya), TS (Teman Saya), ST (Supir Taksi)

S : Gimana persiapan mudik? udah beres semua?
TS : Udah, gue sih berharap belum macet banget pas kita berangkat (teman saya akan mudik hari Kamis)
S : Iya sih, mana lu ada anak kecil lagi ya?
TS : Iya, itu yang paling gue stress

Tiba-tiba si supir taksi terlibat dalam pembicaraan kami.

ST : Ibu mudiknya kemana?
TS : Deket kok, cuma ke Bandung
ST : Deket ya bu, naik kendaraan pribadi?
TS : Iya
ST : Enak itu, kalau saya mau mudik cuma bisa pakai Pesawat atau Kapal Laut dan harus punya uang 10juta per orang
TS : Oooo

Pembicaraan terpotong, lagi-lagi teman saya menerima telpon sementara saya masih sibuk berteleponan dengan teman yang lain. Lalu tiba-tiba si supir bertanya lagi saat kami berdua selesai berteleponan.

ST : Menurut ibu, saya asalnya dari mana?
S : Kalau dari dialeknya sih mungkin Indonesia timur ya Pak?
ST : Dari daerah mana?
S : Dulu saya punya mantan boss dari daerah Indonesia timur, sekitar Flores atau Kupang gitu
ST : Wah ibu, jangan samakan saya dengan orang Flores atau Kupang. Mereka kulitnya hitam-hitam
S : Atau Ambon ya, kan banyak orang Ambon yang putih
ST : Itu cuma orang Ambon kebetulan aja yang putih, yang banyak orang Ambon itu hitam, rambut keriting
S : Jadi bapak dari daerah mana dong? *saya sudah mulai sebal dengan jawaban-jawabannya*
ST : Coba dong ibu tebak

Teman saya yang nampaknya sudah habis kesabarannya dengan si supir taksi yang menyebalkan ini tiba-tiba menyeletuk sembarangan :

TS : Medan ya Pak?
ST : Wah ibu gimana sih? masak saya dari Medan? kan saya bilang kalau mudik saya cuma bisa naik kapal laut atau pesawat. Kalau cuma ke Medan, bisa naik bis saja bu. Di terminal banyak bis jurusan Sumatera. Ke Medan cuma SEPULUH RIBU aja sudah sampai. *congkak*
TS : Saya lupa Pak. Kalau begitu bapak dari Kalimantan atau Sulawesi ya?
ST : Saya ini satu kampung dengan Lydia Kandow
S+TS : Oooo
ST : Saya ini dari Menado bu, masak saya disamakan sama orang Ambon atau orang Flores yang hitam-hitam itu.

Untungnya tidak berapa jauh kemudian kami sampai ditujuan kami. Terbebaslah kami dari si supir taksi sombong itu.

Saat turun, teman saya bilang gini " tadinya gue mau bilang gini, bapak sekampung sama Lydia Kandow tapi beda urat ya. Kalau Lydia Kandow jadi artis, bapak cuma jadi supir taksi. Lydia Kandow biasa aja jadi orang Menado, kalau bapak sombongnya selangit "











No comments: