Sunday, January 25, 2009

ada Intan di jembatan kota intan

Ok, long weekend ini saya sebenarnya ga punya ' acara spesial'. Sampai awal minggu lalu saat lagi asyik-asyik browsing, saya masuk ke satu multiply yang memang sudah akrab sekali dengan saya. Lihat-lihat, wah akan ada Pelesiran Tempo Doeloe Kota Tua Jakarta yang diadakan oleh Sahabat Museum*yay*.
Tidak susah mengajak hubby karena memang kita berdua seringkali udah kepengen ikutan acara PTD ini. Tapi seringkali terbentur dengan masalah ini-itu. Cukup 1x telpon, hubby langsung menjawab " OK ". Segera email saya kirimkan untuk mendaftar dan mentransfer uang tanda ikut serta.

Hari Minggu (25 Januari 2009) tepat jam 5.40 pagi, saya dan hubby sudah berangkat menuju wilayah utara Jakarta. Thanks to program car free day dan bersih-bersih halte busway bersama coca-cola yang membuat perjalanan kami mengalami pengalihan jalur berkali-kali. Juga kepada hubby yang sudah panik karena pengalihan jalan tersebut membuat kami kehilangan banyak waktu.

Kamipun memutuskan menaruh kendaraan di gedung Landmark dan melanjutkan perjalanan dengan busway. Sesampainya di museum bank mandiri (lokasi start), kami melakukan registrasi ulang dan menikmati sarapan berupa roti buaya dan teh sambil menonton slide kehidupan Jakarta dimasa lalu. Tak lupa ada beberapa ahli sejarah yang menerangkan rute-rute yang akan kami lalui nanti.

Usai penjelasan, kami memulai perjalanan. Tujuan pertama adalah Toko Merah, bangunan bertingkat dan memang bercat merah ini kini masuk dalam situs cagar budaya pemerintah. Bangunan ini adalah bangunan yang didirikan oleh salah satu gubernur jenderal VOC yaitu Willem Baron von Imhoff dan juga merupakan kediaman resmi beliau tahun 1743 - 1750. Usianya yang 300 tahun membuat Toko Merah ini menjadi salah satu bangunan tertua yang ada diwilayah utara Jakarta. Sebelum kami mencapai Toko Merah, kami melewati wilayah Kalibesar yang merupakan salah satu akses transportasi penting di Batavia dan juga merupakan wilayah pasar ikan dimasa lampau.

Dari situ perjalanan dilanjutkan ke Jembatan Kota Intan yang katanya, dahulu merupakan batas laut kota Batavia. Para peserta (termasuk saya, pastinya!) berfoto-foto di Jembatan bersejarah itu. Puas berfoto-foto kami kembali berjalan kaki menuju kawasan yang merupakan perkampungan Tionghoa di Batavia dan wilayah pergudangan VOC dimasa lampau. Saat ini kedua wilayah tersebut berubah menjadi perkampungan " bilyard dikolong jembatan " dan kawasan pangkalan truck. Tidak jauh dari kampung Cina, kami berjalan kaki sebentar hingga sampai di wilayah bangunan Galangan VOC yang dekat dengan Pasar Ikan (sekarang) serta Museum Bahari. Galangan VOC ini pernah menjadi lokasi pertempuran antara VOC dan IEC pada tanggal 29 Januari 1619.

Kamipun menyempatkan diri masuk kedalam Museum Bahari, sayangnya, banyak properti museum yang 'terpaksa' tidak ditampilkan karena museum ini pernah terendam air laut yang pasang. Kondisi museumnya sendiri, sangat menyedihkan menurut mata saya. Tetapi masih ada beberapa koleksi museum yang dipamerkan berupa contoh-contoh perahu nelayan yang ada di Indonesia, maket perahu Phinisi, hingga maket kota Batavia sebagai pusat perdagangan dimasa lalu. Setelah itu kami berjalan menuju Menara Syahbandar. Dulu menara miring ini digunakan untuk mengawasi proses keluar-masuk orang-orang dan juga barang dagangan diwilayah pelabuhan Batavia. Sayang kami tidak bisa naik keatas menara karena kondisi menara yang sudah tua. Didekat Menara Syahbandar ini juga terdapat Waterfront Batavia (pintu air) tahun 1700an.

Perjalanan diteruskan kearah museum Fatahilah melewati wilayah yang dulunya merupakan jembatan (tapi saat ini jembatannya sudah hilang) yaitu Gate of Von Imhoff yang pernah berdiri ditahun 1700an. Jalan yang kami lalui adalah Jalan Tongkol sekarang ini. Sebelum mencapai museum, perjalanan rombongan ini melalui wilayah yang dahulunya merupakan wilayah yang bernama Amsterdampoort (tahun 1770). Di Amsterdampoort ini pernah berdiri Luther Church dan juga lapangan tempat berpelaksanaan hukuman mati. Menurut cerita Pak Andi, saat itu belum ada hukum yang jelas, sehingga hukum yang berlaku adalah nyawa dibayar nyawa. Menurut gambar yang ditampilkan oleh Pak Andi, pelaksanaan hukuman mati (dengan cara digantung) dilakukan 1x dalam sebulan. Hukuman mati ini bahkan menjadi salah satu acara rutin yang digemari oleh rakyat Batavia dulu. Terbukti, digambar yang kami lihat, banyak penjaja makanan yang berjualan diarea hukuman mati saat sebuah pelaksanaan hukuman mati akan dilakukan.

Selain itu kami melewati wilayah simpang tiga yang merupakan lokasi pertempuran antara Pangeran Jayakarta melawan Belanda tahun 1527 dalam merebut Batavia. Kami juga melewati wilayah yang dulunya merupakan wilayah kediaman resmi gubernur jendral belanda tapi saat ini sudah berubah menjadi bangunan ruko, sayang sekali...

Walaupun cuaca sangat panas dan perjalanan kami lumayan jauh (kami berjalan kaki) tapi benar-benar banyak sekali wilayah bersejarah yang kami lalui hari ini diwilayah kota tua Jakarta.

Sesampainya di Museum Fatahilah atau dulunya merupakan City Hall ditahun 1700an, kami disambut oleh pertandingan kicau burung!!! Tetapi sebelum mencapai Fatahilah, kami melewati satu bangunan yang sering sekali disebut berulang-ulang didalam buku " Rahasia Meede " karangan E.S. Ito, yaitu Dasaad Musin. Buat yang sudah membaca novel karangan E.S.Ito tersebut, pasti tahu mengenai gedung tua ini.

Jujur, ini adalah pertamakalinya saya menginjakkan kaki dilapangan didepan museum Fatahilah. Bahkan ini adalah kali pertama saya memandang langsung gedung tua ini. Sayang, kunjungan pertama yang harusnya berkesan, terganggu dengan pertandingan burung yang memenuhi lapangan didepan museum Fatahilah. Saya tidak sempat menikmati kemegahan museum Fatahilah, masuk kedalam, melihat-lihat koleksinya (karena masalah waktu) bahkan masuk hingga kedalam penjara bawah tanahnya. Berfoto dengan meriam si Jagur yang terkenal itupun tidak sempat. Huhuhuhu

Tepat jam 12 siang kami sudah sampai kembali di gedung bank Mandiri untuk menikmati makan siang. Selesai makan siang, ada pembagian doorprize kemudian acarapun selesai. Saya dan hubby kembali ke landmark dengan busway, mengambil si Mungil yang terparkir disana dan pulang.

Terima kasih Sahabat Museum. PTD pertama saya berkesan. Kalau bukan karena Sahabat Museum, belum tentu saya menginjakkan kaki di wilayah yang merupakan cikal bakal Jakarta sekarang ini dan mendapatkan penjelasan yang mendetil tentangnya. Karena menurut peta tua, disitulah kehidupan awal Jakarta bermula. Saya puas memandangi bangunan-bangunan tua yang berpintu dan berjendela tinggi yang terbuat dari kayu yang kokoh. Menurut cerita dari Pak Lilik Suratminto dan Pak Alwi, pintu dan jendela yang kokoh tersebut memang sengaja dibuat untuk menghalangi angin (yang katanya membawa penyakit) dan nyamuk Malaria. Penyakit inilah yang dulu banyak membunuh para pendatang Belanda di Batavia.
Dan juga pemerintah Belanda dimasa lalu berusaha menciptakan Batavia seperti kondisi mereka semasa masih tinggal di Belanda. Dengan maksud agar mereka merasa betah ditempat yang baru ini. Saya memuaskan mata saya memandang bangunan-bangunan tua sisa masa keemasan masa lalu. Tapi sayangnya banyak sekali bangunan dan wilayah yang berubah total. Kalaupun masih ada bangunan tua, kondisinya sangat menyedihkan walaupun bangunan tersebut masuk dalam kriteria situs cagar budaya pemerintah. Uang pendaftaran Rp. 50.000 tidak terasa mahal dengan pengalaman yang saya dapat hari ini (termasuk sarapan dan makan siang). Terima kasih kepada Pak Lilik Suratminto, Pak Alwi (yang sudah sepuh tapi tetap semangat memberikan penjelasan pada kami), kepada Pak Andi atas gambaran peta tua dan peta masa kini. Dan juga kepada Pak Scott.

Perjalanan ini sangat asyik. Semenjak saya keluar dari gedung Museum Bank Mandiri, mata saya sudah menemui banyak bangunan kuno yang bersejarah. Tetapi sekali lagi kondisinya memprihatinkan dan ada pula yang rusak parah. Belum lagi Kalibesar yang mengeluarkan aroma busuk. Disamping itu, walaupun Adep (juragannya Sahabat Museum) dan para narasumber menunjukkan lokasi-lokasi yang dulunya merupakan tempat-tempat bersejarah (kampung Cina, pasar Ikan masa lalu, lokasi gudang-gudang VOC, hingga lokasi kediaman para gubernur jenderal) tetapi banyak dari bangunan bersejarah tersebut sudah hilang. Bahkan sisa reruntuhannya pun tidak ada lagi. Atau minimal ada papan pengumuman yang menjelaskan sejarah wilayah itu, tapi ini tidak. Belum lagi hiasan coretan tangan spidol hingga pylox ikut menghiasi gedung tua yang masih ada. Makanya ada salah satu peserta PTD yang bertanya " apa sih yang sudah dilakukan pemerintah untuk melestarikan sisa-sisa sejarah ini? ". Karena teman sesama peserta PTD tersebut baru saja kembali dari Malaka dan dia melihat bahwa PBB menganugerahkan penghargaan Unesco kepada Malaka atas usahanya mempertahankan sisa-sisa sejarah masa lalu. Sementara wilayah di Malaka, jauh lebih kecil dari apa yang kami lewati hari ini *sigh*.

Semuanya kembali kepada masalah dana dan kesadaran kita dalam memelihara sisa-sisa sejarah tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa memang membutuhkan dana yang besar dalam usaha melestarikannya. Tetapi semua orang bisa ikut menjaga sisa-sisa sejarah tersebut minimal dengan cara tidak mencoret-coret atau menjaga kebersihannya.


Hubby pun menjelma menjadi penikmat sejarah / fotografer dadakan. Dia pun juga puas menikmati hobby fotografinya dengan mengabadikan gambar dari bangunan kota tua Jakarta yang masih tersisa. Malah, hubby bilang akan kembali lagi ke wilayah tersebut....... dengan KAMERA BARU!!!!

Sekali lagi terima kasih kepada sahabat museum. Mudah-mudahan saya bisa mengikuti acara-acara selanjutnya. Terima kasih hubby yang semangat mengikuti acara sehingga membuat saya lupa akan panas dan capek.

PS : sampai detik ini, hubby tetap nanya " jadi kapan aku boleh beli kamera baru? ". huhuhuhu...

Foto-foto bisa lihat di Facebook saya.

No comments: