Friday, March 6, 2009

Badai

Kemarin sore Jakarta ke badai. Air hujan turun dengan derasnya. Demikian juga dengan seorang teman didepan saya. Matanya mencucurkan air mata, sama derasnya dengan hujan diluar.

Setelah izin turun dari hubby, saya menemani teman saya. Menyiapkan hati yang lapang untung masalahnya, menyiapkan telinga untuk mendengar cerita sedihnya. Bahkan saya pun juga menyiapkan tangan untuk memeluknya. Secara garis besar, masalah yang dihadapinya hampir sama dengan masalah keluarga-keluarga lain. Teman saya akan dilangkahi adik lelakinyanya untuk menikah.

OK, teman saya berusia 35 tahun. Sekarang dia menjabat sebuah kedudukan lumayan tinggi dikantornya (sebuah perusahaan konsultan). Jam kerjanya agak ga masuk akal (terutama kalau ada project baru). Bisa dibilang dia pun tulang punggung keluarga semenjak sang ayah pensiun dua tahun lalu. Selama saya berteman dengannya, sesekali saya mendengar dia memiliki hubungan dengan pria lain. Tapi tak jelas kelanjutannya.

" gue justru orang terakhir yang diberitahu, itupun karena orang tua gue butuh uang untuk persiapan pernikahan adik gue " isaknya.

Saat si adik melamar, teman saya masih stuck menghadiri training dinegara lain. Hmmm.... apakah mungkin keluarganya memilih hari melamar saat dia justru jauh diluar negeri? Entahlah.

" uang " pernikahanpun diminta orang tuanya, seperti mereka meminta uang bulanan. Tidak ada percakapan khusus antara orang tua dan anak. Tidak ada pembicaraan empat mata antara si adik yang akan menikah terhadap si kakak yang hendak dia langkahi. Semuanya biasa saja.
Sampai teman saya merasa asing dirumahnya sendiri. Saat banyak mulai banyak keanehan, si ibu angkat bicara. Pada dasarnya mereka melakukan hal itu adalah supaya teman saya tidak sakit hati.... (sebuah cara yang aneh menurut saya).

Saya tidak berhak menyalahkan keluarga teman saya itu. Karena teman saya sendiri yang lebih mengerti urusan keluarganya. Saya hanya sahabatnya yang hanya bisa memberikan bahu untuknya menangis mengeluarkan semua beban.

Melangkahi seorang kakak untuk menikah memang berat. Ada kakak yang mau saja dilangkahi, tapi apakah kita mengetahui isi hatinya? Kita tidak tahu apakah si kakak yang mengucapkan " iya " tanda setuju, ternyata menangis sendiri didalam gelap? Kita tidak tahu senyum sumringah kakak dihari pernikahannya kita, ternyata adalah senyum palsunya?

Butuh waktu dan pembicaraan khusus mengenai hal ini karena ini menyangkut hati orang. Dan teman saya dilupakan oleh keluarga, hanya karena supaya dia tidak sakit hati. Walaupun ternyata, hatinya malah jauh lebih sakit!

No comments: